Saat kehilangan ibu

Sore ini aku diberi kabar bahwa ibunda salah satu temenku meninggal. Padahal temenku itu seumuran denganku.

Membayangkannya membuatku terdiam. Seumurku sudah kehilangan ibu? Aku tahu usiaku ini tidak bisa dibilang anak-anak lagi, tapi aku selalu merasa belum cukup dewasa untuk bisa ditinggalkan seorang ibu.

Sejak kepergian Bapak, alhamdulillah aku masih bisa menjalani kehidupan tanpa kesulitan yang berarti. Bahkan setelah meninggalnya pun Bapak masih meninggalkan sejumput kemudahan-kemudahan hidup untuk keluarganya. Hasil dari kerja keras dan cerdas selama hidupnya.

Tapi untuk kehilangan ibu? Mau dilihat darimana pun sepertinya aku belum dan entah apakah akan siap. Selama ini aku selalu bergantung pada ibu. Makan masih dimasakin ibu, kebutuhan sehari-hari masih disiapkan ibu, bahkan untuk membuat keputusan pun masih mengandalkan ibu. Kalau aku bingung, tinggal cerita dan minta pendapat ibu. Pokoknya apapun kata ibu saja lah. Karena aku tahu, setiap keputusan yang diambil ibu bukan karena apa yang ibu mau atau tidak tapi atas dasar Alloh suka atau tidak. Bertanya sama ibu merupakan jalan pintas untuk tahu apakah yang akan aku lakukan benar atau tidak. Ibu ibarat hakim yang memutuskan, dan aku cukup mengikuti sarannya tanpa perlu membantah. Ibulah badan legalku di rumah.

Dan harus kehilangan ibu??? Aku tak yakin sanggup.

Ibuku juga yang selama ini mengurus keperluan adik-adikku secara penuh dan mengurus urusan tetek bengek dalam kemasyarakatan di rumah. Ibuku yang selama ini mengajar mengaji anak-anak yang begitu banyak. Ibuku pulalah yang kuandalkan untuk bersosialisasi di rumah, aku hanya tinggal ‘mengintip’ dan berlindung di balik sosoknya, karena memang aku tidak kenal lingkungan. Bisa dibilang, ibu ibarat algojo yang mengeksekusi setiap permasalahan yang datang, yang aku pun terkadang terlalu malas untuk sekedar memikirkannya.

Dan harus kehilangan ibu? Sungguh, benar-benar, aku rasa aku tidak akan sanggup.

Tapi aku tahu semua yang datang akan pergi. Akan ada saatnya aku benar-benar kehilangannya. Dan memikirkannya benar-benar membuatku sesak di dada.

Dari pengalaman kehilangan bapak, terkadang aku menyesali saat-saat yang terlambat kulalui bersamanya. Seharusnya dulu aku belajar ‘begini’ dengannya, seharusnya dulu aku bertanya ‘begitu’ dengannya, seharusnya dulu aku bersikap ‘begini begitu’ padanya, dll.

Dan itu jadi pelajaranku kini. Sebelum aku benar-benar kehilangan ibu, seharusnya aku mengantisipasi agar kelak tidak ada lagi saat-saat yang terlambat kulalui bersamanya.

Tapi aku memang manusia tulen, yang telah di klaim sebagai “tempatnya salah dan lupa”, jadi terkadang aku pun lupa dengan hal-hal yang seharusnya aku ambil sebagai pelajaran.

Tentang ibu, sampai kapanpun aku tahu tak akan bisa membalas jasanya. Dan bahkan sampai hari ini pun tak jarang aku masih membuatnya kesal. Tapi aku cukup percaya diri menyebut diriku sebagai anak yang cukup berbakti. Setidaknya aku berusaha untuk itu. 😀

Dan harus kehilangan ibu?? Aku masih enggan memikirkannya. Tapi ada atau tidak ada ibu, aku tetap harus belajar mandiri kaan?? Semoga saja aku bisa. *berbisik pada diri sendiri* 😀

Bagaimana dengan ibumu kawan? Saranku, datangi dan berbuat baiklah. Jangan sampai ‘dipaksa’ untuk mengerti betapa kehadiran ibu itu sangat berarti. Mengerti maksudku kan?? 😉

=mari belajar jadi anak yang berbakti=

17 respons untuk ‘Saat kehilangan ibu

  1. tetap semangat!!! life must go on.
    kamu masih masih diberi kesempatan untuk mengenal ibu mu. banyak diluaran sana bahkan tak kenal dengan Ibunya sendiri . (termasuk saya)

    • 😦 bapakku juga om, yatim piatu dari belum SD malah. tapi malah menempa bapak jadi “the best” mandiri, jujur dan bertanggung jawab.

      eh, itu yang yatim piatu ibu om kan? tapi kalau om sendiri, masih komplit kah?

      ________________________________

  2. iyah aq sendiri takut banget kehilangan ibu. apa bisa hidup tanpa ibu?? klo memikirkan itu rasanya sesek dada ini. my mom is the air that i breath, rasanya g bisa bernafas tanpanya….:(

Tinggalkan Balasan ke utie89 Batalkan balasan